Minggu, 13 Maret 2011

Tugas Makalah/Keliping



**Longsor, Jalur Tangse-Pidie Putus Total**

TANGSE, KOMPAS.com - Ruas jalan negara sepanjang 150 meter di kawasan Lhok Ara, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, amblas ke dasar sungai, sehingga transportasi darat dari dan ke Kabupaten Aceh Barat, putus total.

Sekda Kabupaten Pidie, Muhammad Iriawan di Tangse sekitar 170 Km arah timur Banda Aceh, Minggu (13/3/2011) mengatakan, ruas jalan amblas dikarenakan erosi sungai yang parah pascabanjir bandang yang menghantam kawasan sungai Tangse, pada Kamis lalu.

Akibat longsor itu menyebabkan antrian panjang kendaraan dari dua arah tidak terhindarkan.

Pihaknya belum mengambil langkah penanganan sementara, sebab lintasan tersebut merupakan wewenang propinsi. "Kami sudah melaporkan kepada gubernur agar kondisi ini bisa segera diatasi," katanya.

Saat ini alat berat sudah dikerahkan untuk menanggulagi jalan amblas. Sementara itu, sejumlah warga dari dua arah jalan ini diminta untuk bisa menyeberang dengan berjalan kaki di jalur patah dan melanjutkan perjalanan dengan kendaraan lain yang sudah disiapkan ke arah kota Sigli ataupun kota Meulaboh.




**Banjir Bandang Aceh Tewaskan 21 Orang**


BANDA ACEH, KOMPAS.com — Tim SAR yang dibantu masyarakat berhasil menemukan dan mengevakuasi 21 jenazah korban banjir bandang yang melanda sejumlah desa di Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Aceh, Kamis (10/3/2011) malam.

Salah seorang relawan Nasional Demokrat, Zulfikar, saat dihubungi dari Banda Aceh, Jumat (11/3/2011), menyatakan, 21 jenazah tersebut ditemukan di empat desa, yakni Rantau Panjang (11), Blang Dalam (4), Peunalon, dan Layan masing-masing tiga jenazah.

Tim SAR dan masyarakat hingga kini terus mencari korban yang diperkirakan masih terbawa arus banjir bandang yang terjadi pukul 21.30 WIB. Tangse berada sekitar 50 km dari Sigli, Ibu kota Kabupaten Pidie, atau 170 km dari Banda Aceh.

Banjir bandang tersebut juga mengakibatkan 102 rumah warga hancur, rusak berat dan ringan. Sementara ribuan warga terpaksa mengungsi yang dipusatkan di tiga titik.

Zulfikar menuturkan, para relawan menghadapi kendala untuk mencari korban, khususnya di Desa Rantau Panjang, karena jembatan yang menghubungkan daerah itu putus.

Banjir akibat hujan deras selama dua hari di daerah pegunungan itu juga merusak berbagai fasilitas publik.

Kepala Biro Hukum dan Humas Pemerintah Aceh Makmur Ibrahim menyebutkan, Gubernur Irwandi Yusuf dan pejabat terkait serta relawan menuju lakosi sambil membawa bantuan logistik.

"Kami telah kerahkan bantuan dan obat-obatan ke lokasi banjir. Gubernur Irwandi Yusuf juga akan berkunjung ke Tangse petang ini," katanya.






**Tsunami Terjang Rumah di Papua Utara**



JAYAPURA, KOMPAS.com — Gelombang tsunami dampak gempa dahsyat di Jepang juga sampai di wilayah perairan Papua bagian utara. Tsunami dilaporkan merusak beberapa bangunan rumah dan jembatan di kampung Tobati, Teluk Youtefa, Provinsi Papua.

”Beberapa rumah dan jembatan di kampung Tobati rusak parah, bahkan ada beberapa yang hancur total akibat gelombang tsunami semalam,” kata Sekretaris Jemaat Gereja Kampung Tobati, Marcelino Hababuk, Sabtu (12/3/2011) pagi.

Menurut dia, di kampung Tobati, yang berupa pulau terpisah dari Kota Jayapura dan berada di tengah laut dalam Teluk Yotefa, gelombang tsunami menerjang sekitar pukul 21.30 WIT tadi malam.

”Di Tobati yang paling parah terkena terjangan tsunami adalah permukiman dan jembatan di jalur laut,” tuturnya.

Ia menjelaskan, saat mendengar akan ada tsunami menuju Jayapura, warga kampung Tobati langsung bergegas menuju gereja setempat yang berlokasi di atas perbukitan pulau itu.

”Tiga kali kami melihat air naik turun, dimulai sekitar pukul 20.30 WIT, puncaknya hingga menghancurkan rumah dan jembatan kampung,” kata Marcelino Hababuk.

Saat ini, katanya, warga kampung Tobati sedang berusaha memperbaiki rumah dan jembatan yang rusak.

”Lebih parah ada sebuah rumah di kampung Enggros yang bersebelahan dengan kami disapu tsunami hingga tak ada bekas,” kata Marcelino Hababuk.

Sebelumnya pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura, Papua, mengeluarkan peringatan akan terjadi tsunami di wilayah perairan Papua bagian utara. Tsunami diperkirakan akan sampai di perairan Papua bagian utara pada pukul 20.00 WIT.

”Yang termasuk perairan Papua bagian utara, yakni, Jayapura, Sarmi, Biak, Serui dan daerah sekitarnya,” kata Kepala BMKG Wilayah V Jayapura, Papua Sudaryono.

Peringatan tsunami sempat membuat seluruh warga Kota Jayapura yang bermukim di daerah pesisir pantai memilih mengungsi ke daerah yang lebih aman. Meski tsunami tidak berdampak parah dan pihak BMKG kemudian mencabut peringatannya, hal itu cukup membuat warga Kota Jayapura trauma.




**Kualitas Pupuk Subsidi Dikeluhkan Petani**


KOBA, KOMPAS.com - Petani lada di Dusun Belimbing, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, mengeluhkan kualitas pupuk subsidi kurang bagus sehingga tidak membantu meningkatkan kesuburan pohon lada.

Aden, petani lada Dusun Belimbing, Minggu, menyatakan sejak beberapa pekan terakhir sudah menggunakan pupuk subsidi untuk memupuk pohon lada yang akan segera berbuah, namun ternyata setelah ditunggu-tunggu belum juga berbuah.

"Saya juga bingung padahal kalau ditotal pupuk subsidi yang saya beli untuk disebarkan ke kebun lada sudah mencapai satu ton lebih," katanya.

Padahal, dirinya telah mencampurkan tiga jenis pupuk subsidi yakni pupuk ZA, Phonska dan Urea untuk disebarkan ke tiap pohon lada supaya cepat berbuah. "Selain itu saya telah menambahkan garam pada campuran tiga jenis pupuk tersebut namun tidak juga membuat pohon lada berbuah," katanya.

Garam tersebut diperlukan untuk dicampurkan dengan pupuk subsidi, karena tanpa garam pupuk subsidi tidak akan efektif.

Keluhan serupa juga dikemukakan para petani lada lainnya, Zainudin yang mengatakan, pupuk subsidi kurang mampu meningkatkan kesuburan pohon lada, sehingga petani terancam rugi karena biaya-biaya produksi yang tidak efektif tersebut.






**Pupuk Subsidi Diubah Jadi Non Subsidi**


JAMBI, KOMPAS.com - Sejumlah petani menduga pupuk bersubsidi diubah menjadi pupuk nonsubsidi, sehingga harganya jauh atau dua kali lipat dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.

Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Kerinci Kamil di Jambi, Kamis (24/2/2011) saat dikonfirmasi mengatakan, di daerahnya banyak beredar pupuk nonsubsidi, diduga awalnya merupakan pupuk bersubsidi.

"Kelangkaan pupuk bersubsidi saat ini menyebabkan petani terpaksa membeli pupuk non subsidi yang harganya jauh atau dua kali lipat di atas harga eceran tertinggi (HET)," katanya.

Kuat dugaan pupuk nonsubsidi itu berasal dari kabupaten lain yang merupakan pupuk bersubsidi yang sudah diganti karungnya atau menghilangkan tulisan pupuk bersubsidi.

Ia mencontohkan, pupuk bersubsidi seperti urea harganya hanya Rp 1.600/Kg, namun pupuk nonsusbsidi bisa mencapai Rp 3.000/Kg. Petani merasa butuh dan ingin menyuburkan tanaman padinya supaya produksinya tetap tinggi, terpaksa membeli dengan harga tinggi.

Hal senada juga diutarakan Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Sarolangun Hardiono yang menduga ada mafia pupuk, yang telah merugikan petani.

Kuat dugaan ada permainan antara oknum di PT Pusri dengan distributor untuk meraih keuntungan pribadi, hal ini sangat merugikan petani.

Untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, petani kini sangat sulit, namun pupuk non subsidi banyak dijual di pasaran, tentu dengan harga tinggi.

"Untuk itu kita minta aparat penegak hukum dapat mengungkap pelaku atau mafia pupuk tersebut, karena selain merugikan petani juga mengancam terjadinya penurunan produksi," kata Hardiono.





**Pemerintah Ingin Pembatasan BBM Ditunda**


JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pembatasan BBM sebaiknya ditunda. Berdasarkan rencana awal, program ini seharusnya dilaksanakan pada awal kuartal dua.

Penundaan ini dilakukan karena banyak asumsi makro yang berubah. “Kalau bisa mending dilakukan penundaan mengingat asumsi berubah, maka baik jika dilakukan penundaan,” tuturnya, Kamis (10/3/2011).

Hatta mengatakan, pemerintah inginnya menunda tetapi sekarang ini masih dalam pembahasan pemerintah dengan Komisi VII DPR. ”Ini harus mendapatkan persetujuan dari Komisi VII, tetapi menurut pandangan kita, kalau pandangan kita, timing-nya lebih bagus kita tunda mengingat harga sekarang masih tinggi,” paparnya.

Sekadar catatan, ada beberapa asumsi makro yang melesat dari perkiraan. Berdasarkan data per 7 Maret, rata-rata ICP sudah mencapai 104 dollar AS per barrel, sudah melompat jauh dari target APBN yang mematok 80 dollar AS per barrel. Untuk lifting minyak dari Januari sampai Februari, rata-rata 905.000 sampai 907.000 per barrel, jauh dari perkiraan pemerintah yang menetapkan 970.000 per barrel. “BPH migas harus kendalikan dalam artian jangan sampai terjadi migrasi pengguna pertamax ke premium,” paparnya.

Menurut Hatta, jangan sampai volume BBM sebesar 38,6 juta kiloliter sampai terdongkrak karena dana yang sudah dianggarkan Rp 92,8 triliun untuk subsidi harus dijaga untuk tidak sampai membengkak. “Oleh sebab itu, kalau kita tidak ingin naikkan BBM, kita menginginkan masyarakat harus disiplin, serta pemerintah juga harus disiplin terhadap anggaran,” tuturnya.

Untuk menjaga kuota BBM itu, harus ada pengendalian yang dilakukan oleh BPH Migas. “UU mewajibkan dia untuk menjaga agar orang yang tidak berhak mengonsumsi BBM bersubsidi atau mencegah terjadinya penyelundupan BBM bersubsidi,” ujarnya.

Masalah penundaan itu sendiri, Hatta melihat, bukan hanya faktor inflasi yang menjadi pertimbangan. “Saya tahu ada pemikiran yang mengatakan Juni ke atas adalah bulan deflasi. Memangnya itu saja yang kita pikirkan? Tidak hanya itu, tetapi kita memikirkan sosial ekonomi masyarakat, daya beli masyarakat, dan dampak pada inflasi harus kita hitung semua,” paparnya.

Sementara itu, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang PS Brojonegoro menyarankan penundaan sebaiknya ditunda sampai semuanya siap dan pada periode inflasi rendah. “Sebaiknya jangan pada periode Mei sampai dengan Agustus karena sudah memasuki bulan Ramadan dan tahun ajaran baru,” katanya. (Bambang Rakhmanto/Kontan)




**Makam Jakarta Hanya Cukup Sampai 2013**


JAKARTA, KOMPAS.com — Warga Jakarta tampaknya perlu waspada karena tempat peristirahatan ”terakhir” alias makam di Ibu Kota kian menipis. Ketersediaan lahan tempat pemakaman umum (TPU) pun diprediksi hanya mampu ditempati hingga tahun 2013. Saat ini areal pemakaman di Jakarta hanya ada 590 hektar yang tersebar di 95 TPU. Dari jumlah tersebut, hanya tersisa 31,8 hektar. Padahal, tiap tahunnya ada sekitar 40.000 jiwa meninggal dan memerlukan tempat peristirahatan terakhir.

”Memang sejumlah tempat sudah padat, seperti di TPU Joglo, Karet Bivak, Tanah Kusir,” ucap Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Catarina Suryowati, Jumat (11/3/2011).

Namun, Catarina menjelaskan bahwa minimnya lahan pemakaman di Jakarta akan segera diatasi dengan pengerukan lahan baru seluas 202 hektar. ”Tapi masih belum bisa dipakai karena belum dianggarkan tahun ini,” ucapnya.

Pengerukan akan dilakukan di sejumlah lokasi seperti di TPU Pondok Ranggon, TPU Rorotan, TPU Kampung Bandan, TPU Tegal Alur, dan TPU Semper. Pengerukan lahan ini diakui Catarina bisa mencapai miliaran rupiah. ”Dengan penambahan lahan ini, diperkirakan masih bisa menampung sampai tahun 2021,” ujarnya.

Selain penambahan lahan, Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta juga mulai menyosialisasikan sistem tumpang. Sistem tumpang hanya bisa dilakukan bagi jenazah yang masih satu keluarga dan memperoleh izin dari keluarga almarhum yang lebih dulu menempati makam itu.

Terbatasnya lahan pemakaman di Jakarta juga diakui Kepala Suku Dinas Pemakaman Jakarta Pusat Leofold Pasaribu. Leofold bahkan mengungkapkan seluruh TPU di Jakarta Pusat tidak lagi bisa melakukan galian baru untuk makam. Sistem tumpang pun kini menjadi satu-satunya cara untuk menampung ”penghuni” baru.

Di Jakarta Pusat ada sekitar empat TPU, yakni TPU Karet Bivak (16 hektar), Petamburan (1 hektar), Karet Pasar Baru (6,8 hektar), dan Kawi-kawi (4,9 hektar). Seluruhnya sudah melebihi kapasitas. ”Semuanya sudah terpakai, tinggal sisanya pakai sistem tumpang saja,” kata Leofold.

Untuk memperluas lahan TPU pun, pemda harus berpikir ulang. Pasalnya, tanah di Jakarta Pusat sudah dipenuhi dengan gedung-gedung perkantoran dan pemerintahan. Apalagi sebagai pusat bisnis dan pemerintahan, harga tanah di Jakarta Pusat pun melangit. ”Sudah tidak bisa tambah lahan karena harga tanahnya tidak terbeli,”kata Leofold.










**Apa Kabar Proyek Monorel?
**


JAKARTA, KOMPAS.com — Tiang-tiang monorel di sepanjang Jalan Asia Afrika, Jalan Gelora, hingga Jalan HR Rasuna Said, tampak dibiarkan begitu saja. Kelanjutan proyek monorel yang dimulai pada era Gubernur Sutiyoso tersebut pun hingga kini terhenti tanpa ada kejelasan.

Belakangan, Pemerintah Provinsi DKI justru dituntut oleh pelaksana proyek monorel, yakni PT Jakarta Monorel dengan tuntutan Rp 600 miliar lantaran tidak adanya investor sehingga proyek pun mangkrak. Lalu, apa kabar proyek monorel? Akankah dilanjutkan oleh Pemprov DKI?

Gubernur Fauzi Bowo mengungkapkan, untuk membangun kembali monorel memerlukan tambahan investasi yang besar. "Kami sedang hitung cost and benefit dari monorel. BPKP bilang, kalau memang ganti rugi kami harus tempuh jalur penyelesaian dengan PT Jakarta Monorel maksimal bisanya Rp 204 miliar," ungkap Fauzi, Rabu (9/3/2011), dalam seminar "Rencana Pembangunan MRT" di Hotel Sahid Jaya, Jakarta.

Namun, untuk melanjutkan proyek pembangunan monorel, Pemprov DKI masih juga butuh tambahan investasi senilai Rp 4 triliun-Rp 4,5 triliun. Tapi, lagi-lagi investor tidak ada yang berminat lantaran peluang meruginya lebih besar.

"Hitung-hitungannya masih belum meyakinkan, kalau naik monorel jalur lingkar itu hanya ramai saat pagi dan sore. Nah, proyek ini tidak mau dilaksanakan swasta karena short fall atau kerugian yang besar. Kalau rugi siapa yang mau nanggung?" katanya.

Foke enggan menyebutkan jika proyek monorel dihentikan Pemprov DKI. "Kami coba pemikiran lebih detail, soal opportunity cost-nya. Ada juga pemikiran untuk pakai saja monorel untuk jalur layang busway. Tapi saya tidak ingin berandai-andai (proyek monorel jadi atau tidak)," ujarnya.

Sebelumnya, Pemprov DKI hanya memiliki dua jalur monorel. Jalur hijau (green line) sepanjang 14,3 kilometer akan melewati kawasan segitiga. Dengan rute Casablanca-Semanggi-Gelora Bung Karno-Gedung DPR/MPR-Karet Sudirman-Casablanca. Lalu, jalur biru (blue line) sepanjang 12,7 kilometer, rutenya Kampung Melayu-Tebet-Casablanca-Karet Sudirman-Cideng-Roxy.

Monorel dibangun untuk mengatasi kemacetan Jakarta. Angkutan massal ini diperkirakan bisa mengangkut 270.000 orang per hari. Pencanangan tiang pertama monorel dilakukan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004. Proyek direncanakan menghabiskan biaya Rp 5,6 triliun, Rp 1,6 triliun berasal dari pemerintah. Sisanya ditutup dari lembaga keuangan. PT Jakarta Monorail ditunjuk untuk mengerjakan proyek ini.











**Monorel Rawa Buntu BSD ke Bandara Soetta Butuh Rp 3 Triliun**





TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com — Kepala Dinas Perhubungan dan Informasi Provinsi Banten Muhammad Husni Hasan menjelaskan, pembangunan monorel jurusan Rawa Buntu-Bandara Soekarno-Hatta diperkirakan membutuhkan biaya Rp 2,5-Rp 3 triliun.

Monorel BSD-Bandara Soekarno-Hatta sepanjang 28 km melewati 14 selter, yaitu St Rawa Buntu, Griya Loka BSD, BSD Junction, WTC Serpong, Alam Sutera, Gading Serpong, Setos, Modernland, Stasiun Tangerang, Balaikota, Sekar Wangi, St Garuda, dan Terminal 1,2,3

"Perkiraan anggarannya Rp 2,5-Rp 3 triliun, dan dana tersebut tidak sepenuhnya berasal dari pemerintah pusat, melainkan juga dari pihak swasta dan pemda setempat," katanya di Tangerang, Selasa.

Ketika dikonfirmasi seusai ekspos pembangunan monorel bersama Komisi IV DPRD Provinsi Banten di Bumi Serpong Damai (BSD), Husni menjelaskan, dana pembangunan monorel tergantung hasil pembahasan, tetapi yang pasti tidak berasal dari satu sumber saja.

Pembahasan pra-rancangan monorel dimulai pada awal 2011 dengan melibatkan Pemerintah Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan yang akan dilalui jalur monorel itu. "Karena pembangunan melalui dua wilayah, maka akan ditangani langsung oleh Dishub Provinsi Banten," katanya menjelaskan.

Husni juga menjelaskan, pembangunan monorel ditujukan untuk mengurangi beban kemacetan di sekitar wilayah Serpong dan Rawa Buntu, yang saat ini ruas jalannya lebih dimonopoli oleh kendaraan pribadi, terutama roda dua.

Berdasarkan data Dishubkominfo Kota Tangerang Selatan, jumlah kendaraan yang melintas di Jalan Raya Serpong dalam satu jam mencapai 9.200 unit. "Kondisi lalu lintas di Serpong sudah sangat krusial sehingga perlu dilakukan tambahan transportasi, yakni dengan membangun monorel," katanya.

Keuntungan monorel yaitu mengurangi biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh warga. Sebab, untuk tiket perjalanan dari Rawa Buntu-Bandara Soekarno-Hatta hanya dikenakan sebesar Rp 20.000, dengan jumlah penumpang dalam setahun diprediksi 38 juta jiwa. "Untuk keuntungan dari jumlah penumpang diperkirakan bisa mencapai Rp 144 miliar per tahunnya sehingga sangat menguntungkan," katanya.

Pembangunan monorel akan dimulai dari Stasiun KA Rawa Buntu, Serpong, hingga Bandara Soekarno-Hatta dengan jarak 28 kilometer. Rute yang akan dilewati monorel tersebut melewati 14 selter, yakni Stasiun Rawa Buntu, Selter Griya Loka (BSD), BSD Junction, WTC Serpong, dan Alam Sutera.

Kemudian, Gading Serpong, Serpong Town Square, Modernland, Stasiun Tangerang, Balaikota Tangerang, Sekar Wangi, Stasiun Garuda, dan Terminal 1, 2, dan 3 Bandara Soekarno-Hatta.

Ada enam alasan Pemprov Banten memilih moda transportasi monorel itu, yakni pembebasan lahan tidak memerlukan biaya besar karena infrastruktur berada di atas jalan raya dan lebar Jalan Raya Serpong yang cukup lebar, yakni mencapai 30 meter.

Selanjutnya, dapat melibatkan pihak pengembang perumahan serta pengelola pusat perbelanjaan dan apartemen, dan arak tempuh sekitar 28 km yang hanya membutuhkan waktu singkat selama 20 menit.

Alasan lainnya, dapat dioperasikan oleh Pemprov Banten untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Kemudian, Jalan Raya Serpong yang panjangnya mulai dari Tol Taman Tekno hingga Alam Sutera BSD dengan jarak 14 km.











**Suatu Pagi di KRL Sudirman Ekspres...**


JAKARTA, KOMPAS.comSelasa (8/3/2011) pagi kemarin, Debra (28), warga Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, seperti hari-hari kerja lainnya, pukul 07.45, sudah berdiri di peron menanti kedatangan Kereta Rel Listrik (KRL) Sudirman Ekspres di Stasiun Rawa Buntu, BSD. Rambut sebahunya tidak bisa menutupi earphone yang menutup telinga mendengarkan alunan lembut ”Recuerdos de la Alhambra” (Tarrega).

Bangku panjang dari dua potongan rel berjajar yang tersedia di peron tampaknya tidak cukup menarik bagi Debra untuk duduk. Ia lebih memilih berdiri di peron dan menikmati udara pagi yang hangat.

Tidak lama kemudian, hampir bersamaan datang Tedi (35) dan Sara (34), keduanya juga warga di salah satu perumahan di kawasan BSD. Meskipun tidak kerja di tempat yang sama dan tidak tinggal di rumah yang berdekatan, mereka bertiga tampak akrab. Keakraban itu ternyata dipertemukan oleh jadwal keberangkatan KRL. Mereka sering bertemu di pagi hari saat berangkat kerja.

”Saya biasa turun di Stasiun Tanah Abang, kemudian naik ojek ke kantor yang ada di kawasan Sudirman,” ujar Debra, yang ditemui di Stasiun Rawa Buntu, kemarin.

KRL Sudirman Ekspres ini sebetulnya cukup nyaman dan menyenangkan kalau tidak ada gangguan. Pasalnya, cukup membayar tiket seharga Rp 8.000, bisa menikmati kereta yang bersih, tempat duduk yang empuk, dan penumpangnya juga tidak terlalu padat serta pendingin ruangannya juga terasa adem.

”Tapi, yang lebih penting lagi, cepat sampai tujuan. Sekitar 30 menit sudah tiba di Tanah Abang dan cukup bayar Rp 8.000,” ujar Debra, yang mengaku sudah dua tahun terakhir menjadi penumpang setia KRL.

Tedi, pria lajang yang juga bekerja di kawasan Sudirman, mengaku amat tersiksa jika KRL mengalami gangguan, seperti yang terjadi pada 2 Maret lalu. Pentograf KRL 374 Sudirman Ekspres, pada pukul 07.38, menyangkut di kawat listrik di Stasiun Tanah Abang sehingga listrik aliran atas harus dipadamkan semua.

Meskipun perjalanan KRL sering mengalami gangguan, Tedi mengaku, naik KRL Sudirman Ekpres tetap menyenangkan. Pasalnya, keretanya bersih, tidak ada pedagang asongan, serta penumpangnya juga tampak bisa saling menghormati penumpang lain.

”Tidak heran kalau penumpang perempuan juga banyak yang merasa senang,” ujar Sara, yang mengaku baru dua bulan terakhir mencoba naik KRL, setelah mendengar cerita menyenangkan dari rekan sekantornya yang sering naik KRL.

Etika

Kondisi KRL Sudirman Ekspres di jalur Serpong-Tanah Abang-Manggarai memang lebih baik ketimbang KRL ekonomi non-AC. Apalagi jika dibandingkan dengan kondisi kereta diesel ekonomi dari Rangkas Bitung yang hampir semua pintu masuknya tertutup oleh barang-barang dagangan atau hasil pertanian yang akan dibawa ke sejumlah pasar di Jakarta.

Pengalaman Kompas menumpang KRL Sudirman Ekspres memang menyenangkan. Penumpang yang umumnya pegawai kantoran menengah ke atas itu tampak punya etika kesopanan. Antarpenumpang tidak saling mengganggu. Saling berucap maaf jika tidak sengaja menyenggol penumpang lain.

Penumpang yang tidak kebagian tempat duduk umumnya berdiri dengan sopan. Sebagian penumpang asyik dengan membaca koran atau buku yang dibawanya. Ada pula yang tekun memainkan BlackBerry atau ponselnya.

Penumpang yang mendapat tempat duduk dan tidak suka ngobrol lebih memilih diam atau tidur di sepanjang perjalanan. Sebagian lainnya asyik menikmati musik dengan headphone atau earphone. (MAM)










**Nelayan Kekurangan Pasokan BBM**


JAKARTA, KOMPAS.com - Kekurangan pasokan bahan bakar minyak bersubsidi untuk nelayan di berbagai daerah di Indonesia diperkirakan mencapai satu juta kilo liter. Kondisi ini mempersulit kegiatan operasi perikanan sehingga berpotensi menurunkan produksi perikanan. Karena itu, pemerintah diharapkan segera menambah kuota BBM bersubsidi bagi nelayan.

Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, usai menghadiri dialog nasional bertema BBM Perikanan, BBM untuk Nelayan , Jumat (11/3/2011), di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Fadel menjelaskan, kebutuhan BBM (solar dan premium) bersubsidi tahun 2011 diperkirakan 2,516 juta KL. Dengan rincian keb utuhan BBM untuk perikanan tangkap 1,955 juta KL dan perikanan budidaya untuk budidaya udang semi intensif 561.000 KL. Akan tetapi, pasokan BBM berdasarkan kuota yang ditetapkan pemerintah hanya sekitar 1,5 juta KL.

"Kekurangan 10-20 persen saja sudah distorsi, apalagi kalau begitu besar. Dampaknya, orang bekerja sulit, tidak bisa ke laut. Di lain pihak, saya menggenjot target produksi perikanan besar-besaran. Sampai sekarang belum ada keputusan, solusinya, saya berpikir sementara pakai gas dulu, tetapi kan sulit. Jadi sementara perlu penambahan kuota BBM," kata dia.

Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad menambahkan, usulan penambahan kuota BBM memerlukan data yang akurat. Dengan adanya asosiasi pelaku usaha perikanan dan pengusaha stasiun pengisian bahan bakar untuk nelayan, maka akan diperoleh data akurat sehingga SPDN akan terpenuhi kuotanya.

"Kalau hitungan yang ada sekarang, kebutuhan BBM nelayan 2,5 juta KL, sedangkan yang terealisasi sekitar 1,5 juta KL. Ini berarti ada gap sekitar 1 juta KL. Gap inilah, melalui asosiasi, kami akan mendapat data akurat berapa kebutuhannya dan di mana kebutuhannya untuk disampaikan kepada DPR," kata dia.

Selain menghadapi persoal an pengurangan kuota BBM bersubsidi,nelayan juga kesulitan mendapat BBM karena distribusi yang tidak merata. Saat ini ada sekitar 25 unit SPDN yang mati suri lantaran beberapa hal antara lain, modal pengelola tidak ada, kebutuhan BBM nelayan berkurang karena cuaca ekstrem, dan kurangnya komunikasi dengan PT Pertamina.

Untuk memudahkan distribusi BBM ke nelayan, pemerinta h mendorong pembangunan solar packed dealer nelayan (SPDN) di titik-titik yang diperlukan nelayan. Sebab, jika pasokan BBM terhambat, hal itu akan menyebabkan nelayan harus membeli BBM dengan harga mahal. Padahal biaya pembelian BBM mencapai sekita r 60 persen dari biaya operasional penangkapan ikan.

"Satu SPDN butuh 42 KL per hari, tinggal dikalikan berapa hari. Sekarang ada 228 SPDN . Sampai tahun 2014, berdasarkan road map yang kami susun, diperlukan sekitar 400 SPDN," kata dia menambahkan.

"Karena itu, ke depan kami akan membangun SPDN dengan pola berbeda. Kalau dulu kita hibahkan bantuan dana ke koperasi, kemudian koperasi yang membangun. Sekarang kebijakan keuangan negara kita tidak lagi memungkinkan seperti itu sehingga kami berencana membangun 100 SPDN per tahun lewat mekanisme lelang secara terbuka," kata dia.

Jadi, pemerintah akan membangun 100 SPDN per tahun, lalu pengusaha akan ikut tender sampai terbangun dan keluar izinnya. Pemerintah lalu akan menyerahkan ke masyarakat melalui bupati-bupati lalu dikelola harian, diharapkan diserahkan ke koperasi-koperasi agar masyarakat yang menikmati. "Kami tentu akan mendorong swasta juga, kalau ada swasta berminat maka pemerintah akan prioritaskan," ujarnya .

Untuk memberdayakan nelayan itu rumusnya sederhana, kurangi beban kehidupan dan produksi, BBM sekitar 40 persen kontribusinya terhadap biaya produksi. Sehingga kalau BBM diterima sesuai harga subsidi pasti akan berpengaruh terhadap penghidupannya. Orang miskin di pesisir sekitar 7,5 juta jiwa, Sasarannya yang sangat miskin sekitar 3 juta orang.

"Kebutuhan biaya investasi SPDN per unit sekitar Rp 800 juta, termasuk Delivery Order (DO) 42 KL per hari. Alokasi dana pembangunan SPDN masuk dalam dana alokasi khusus. Rencananya, ada 14 titik yang akan dibangun SPDN tahun 2011 dengan total dana Rp 400 juta sampai Rp 500 juta per titik. Kalau swasta tertarik, kami prioritaskan," kata dia.







SUMBER : WWW.kompas.com


(Fatma ambar sari, 2eb10, tugas pendidikan kewarganegaraan )



Tidak ada komentar:

Posting Komentar